Ad Code

Responsive Advertisement

UNDANG-UNDANG Nomor 4 TAHUN 1984 Tentang WABAH PENYAKIT MENULAR

UNDANG-UNDANG Nomor 4 TAHUN 1984
Tentang WABAH PENYAKIT MENULAR
(22 JUNI 1984)

                  DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                     Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :
a. bahwa terwujudnya tingkat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
   rakyat Indonesia merupakan salah satu bagian dari tujuan pembangunan
   nasional;
b. bahwa perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan, dan lalu lintas
   internasional, serta perubahan lingkungan hidup dapat mempengaruhi
   perubahan pola penyakit termasuk pola penyakit yang dapat menimbulkan
   wabah dan membahayakan kesehatan masyarakat serta dapat menghambat
   pelaksanaan pembangunan nasional;
c. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka Undang-Undang 
   Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 
   7 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
   1962 tentang Wabah, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, dan oleh
   karenanya perlu ditetapkan kembali ketentuan-ketentuan mengenai wabah
   dalam suatu Undang-Undang;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat 
   Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan 
   (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068);
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok 
   Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, 
   Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di 
   Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara 
   Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa (Lembaran 
   Negara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3135);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok 
   Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, 
   Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

dengan mencabut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2390) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah (Lembaran Negara Tahun
1968 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2855).

Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
a. Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut wabah adalah
kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang
jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka.

b. Sumber penyakit adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan benda-benda
yang mengandung dan/atau tercemar bibit penyakit, serta yang dapat
menimbulkan wabah.

c. Kepala Unit Kesehatan adalah Kepala Perangkat Pelayanan Kesehatan
Pemerintah.

d. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Maksud dan tujuan Undang-Undang ini adalah untuk melindungi penduduk
dari malapetaka yang ditimbulkan wabah sedini mungkin, dalam rangka
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.

BAB III
JENIS PENYAKIT YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH

Pasal 3

Menteri menetapkan jenis-jenis penyakit tertentu yang dapat
menimbulkan wabah.

BAB IV
DAERAH WABAH

Pasal 4

(1) Menteri menetapkan daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang
terjangkit wabah sebagai daerah wabah.

(2) Menteri mencabut penetapan daerah wabah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).

(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimakiud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
UPAYA PENANGGULANGAN

Pasal 5

(1) Upaya penanggulangan wabah meliputi:
a. penyelidikan epidemiologis;
b. pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk
tindakan karantina;
c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit;
e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat;
g. upaya penanggulangan lainnya.

(2) Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

(3) Pelaksanaan ketentuan ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 6

(1) Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif.

(2) Tata cara dan syarat-syarat peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit dan dapat
menimbulkan wabah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 8

(1) Kepada mereka yang mengalami kerugian harta benda yang diakibatkan
oleh upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) dapat diberikan ganti rugi.

(2) Pelaksanaan pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9

(1) Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya
penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat
diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan
tugasnya.

(2) Pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10

Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan upaya penanggulangan
wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

Pasal 11

(1) Barang siapa yang mempunyai tanggung jawab dalam lingkungan
tertentu yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita
penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, wajib melaporkan kepada
Kepala Desa atau Lurah dan/atau Kepala Unit Kesehatan terdekat dalam
waktu secepatnya.

(2) Kepala Unit Kesehatan dan/atau Kepala Desa atau Lurah setempat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing segera melaporkan
kepada atasan langsung dan instansi lain yang bersangkutan.

(3) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) serta tata cara penyampaian laporan adanya penyakit yang
dapat menimbulkan wabah bagi nakoda kendaraan air dan udara, diatur
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12

(1) Kepala Wilayah/Daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka
wabah di wilayahnya atau adanya tersangka penderita penyakit menular
yang dapat menimbulkan wabah, wajib segera melakukan tindakan-tindakan
penanggulangan seperlunya.

(2) Tata cara penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

Barang siapa mengelola bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit
dan dapat menimbulkan wabah, wajib mematuhi ketentuan-ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 14

(1) Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan
wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan
pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

(2) Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya
pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6
(enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah).

(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan
dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
pelanggaran.

Pasal 15

(1) Barang siapa dengan sengaja mengelola secara tidak benar
bahan-bahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat
menimbulkan wabah, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 10
(sepuluh) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah).

(2) Barang siapa karena kealpaannya mengelola secara tidak benar
bahan-bahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini sehingga dapat
menimbulkan wabah, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 1
(satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah).

(3) Apabila tindak pidana sebagainiana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan oleh suatu badan hukum, diancam dengan pidana tambahan
berupa pencabutan izin usaha.

(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan
dan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah
pelanggaran.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16

Dengan diundangkannya Undang-Undang ini peraturan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah dan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1962 tentang Wabah tetap berlaku, sepanjang peraturan pelaksanaan
tersebut belum diganti dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang
ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

SUDHARMONO, S.H.

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 1984
TENTANG
WABAH PENYAKIT MENULAR

I. UMUM

1. Perbaikan kesehatan rakyat dilakukan melalui upaya peningkatan,
pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan dengan mendekatkan dan
memeratakan pelayanan kesehatan kepada rakyat. Pembangunan kesehatan
ditujukan kepada peningkatan pemberantasan penyakit menular dan
penyakit rakyat, peningkatan keadaan gizi rakyat, peningkatan
pengadaan air minum, peningkatan kebersihan dan kesehatan lingkungan,
perlindungan rakyat terhadap bahaya narkotika dan penggunaan obat yang
tidak memenuhi syarat, serta penyuluhan kesehatan masyarakat untuk
memasyarakatkan perilaku hidup sehat yang dimulai sedini mungkin.
Apabila ditinjau secara khusus, pada dasarnya upaya kesehatan
menyangkut semua segi kehidupan, baik di masa lalu, sekarang maupun di
masa datang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas. Salah satu
bidang dari upaya kesehatan adalah pemberantasan penyakit menular dan
penyakit rakyat, yang dalam penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan, menggariskan bahwa :
"Penyakit-penyakit menular seperti cacar, typhus, kholera, pes dan
lain-lainnya jika timbul kasus segera diberantas. Penyakit endemis
(penyakit rakyat) seperti malaria, t.b.c., frambusia, trakhoma, dan
lain-lainnya harus dilenyapkan selekas-lekasnya."
Memperhatikan pentingnya dilakukan upaya-upaya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 tersebut, maka khususnya untuk menanggulangi penyakit
menular yang dapat menimbulkan wabah dikeluarkanlah Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah; yang kemudian diubah/ disempurnakan
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah.

2. Masalah wabah dan penanggulangannya tidaklah berdiri sendiri,
tetapi merupakan bagian dari upaya kesehatan secara nasional yang
mempunyai kaitan dengan sektor lainnya di luar kesehatan, serta tidak
terlepas dari keterpaduan pembangunan nasional.
Hakekat pembangunan nasional merupakan proses perubahan yang terus
menerus ke arah tujuan yang ingin dicapai, yaitu pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia.
Proses perubahan ini termasuk penyempurnaan peraturan
perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang ditujukan untuk membawa
manusia ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik.

3. Ketentuan perundang-undangan tentang wabah yang diatur dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah dan Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1968 tentang Perubahan Pasal 3 Undang- Undang Nomor 6 Tahun
1962 tentang Wabah, kurang dapat memenuhi kebutuhan upaya
penanggulangan wabah dewasa ini dan perkembangannya di masa yang akan
datang.
Dalam undang-undang yang lama pengertian wabah didasarkan atas adanya
penjalaran suatu penyakit dengan cepat, sehingga dalam waktu singkat
jumlah penderita menjadi banyak.
Sedangkan keadaan pada waktu ini menghendaki agar suatu wabah dapat
segera ditetapkan apabila ditemukan suatu penyakit yang menimbulkan
wabah, walaupun penyakit tersebut belum menjalar dan belum menimbulkan
malapetaka yang besar dalam masyarakat.
Hal ini berarti bahwa untuk menetapkan adanya daerah wabah tidak perlu
menunggu sampai menjalarnya secara meluas serta jumlah penderita yang
lebih banyak.

4. Pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan akan
mempengaruhi lingkungan, cara hidup, dan perkembangan pola penyakit
termasuk penyakit yang dapat menimbulkan wabah; dengan demikian suatu
jenis penyakit yang semula tidak merupakan masalah, dapat menjadi
masalah atau sebaliknya.
Yang dimaksud dengan pola penyakit adalah keadaan atau situasi
penyakit yang memberi kejelasan mengenai jenis penyakit dan
sifat-sifat epidemiologis penyakit, yaitu tentang distribusi,
frekuensi, waktu kejadian, serta semua faktor penentu yang
mempengaruhi jalannya penyakit.
Pola penyakit tersebut juga dapat dipengaruhi oleh perkembangan lalu
lintas internasional dan perubahan lingkungan hidup.

5. Wabah yang menimbulkan malapetaka yang menimpa umat manusia dari
dulu sampai sekarang maupun masa mendatang tetap merupakan ancaman
terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan.
Selain wabah membahayakan kesehatan masyarakat, karena dapat
mengakibatkan sakit, cacad dan kematian, juga akan mengakibatkan
hambatan dalam pelaksanaan pembanguunan nasional.
Kesehatan merupakan komponen dari kesejahteraan, karena manusia yang
sehat mampu melaksanakan pembangunan. Jadi Undang-Undang ini sekaligus
menyangkut upaya menggali atau meningkatkan sumber daya manusia dalam
pembangunan dan meningkatkan ketahanan nasional.

6. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, untuk menjamin
penanggulangan wabah secara cepat dan tepat, jenis penyakit tertentu
yang dapat menimbulkan wabah dan memerlukan penanggulangan khusus
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang kesehatan
atas kuasa Undang-Undang.
Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah dan
perubahannya yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1968 tentang Perubahan
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Wabah, perlu diganti.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Huruf a
Yang dimaksud dengan penyakit menular dalam Undang-Undang ini adalah
penyakit menular pada manusia.
Karena penyakit dapat berjangkit dari hewan kepada manusia atau
sebaliknya ("zoonosa"), maka di dalam upaya penanggulangan wabah
selain ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang ini, perlu juga
diperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan hewan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Yang dimaksud dengan jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari keadaan yang lazim adalah sebagai berikut :
Berjangkitnya penyakit menular dalam masyarakat atau wilayah sangat
bervariasi sesuai dengan penyebab penyakit serta jumlah dan golongan
penduduk yang terancam. Pada umumnya jumlah penderita penyakit menular
di suatu wilayah diamati dalam satuan waktu tertentu (mingguan, empat
mingguan, atau tahunan).
Apabila jumlah penderita suatu penyakit menular meningkat melebihi
keadaan yang lazim di suatu daerah dalam satuan waktu tertentu, dan
dapat menimbulkan malapetaka, maka keadaan ini dapat dianggap sebagai
suatu wabah. Dengan demikian satu kasus tunggal dari suatu penyakit
menular yang lama tidak ditemukan, atau adanya penyakit baru yang
belum diketahui sebelumnya di suatu daerah memerlukan laporan yang
secepatnya disertai dengan penyelidikan epidemiologis. Apabila
ditemukan penderita kedua dari jenis penyakit yang sama dan
diperkirakan penyakit ini dapat menimbulkan malapetaka, maka keadaan,
ini cukup merupakan indikasi (pertanda) untuk menetapkan daerah
tersebut sebagai daerah wabah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan bibit penyakit ialah kuman penyakit yang dapat
menimbulkan wabah antara lain dapat berupa virus, parasit, bakteri,
riketsia dan lain-lain.

Huruf c
Yang dimaksud dengan Kepala Perangkat Pelayanan Kesehatan Pemerintah
antara lain adalah : Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat, Kepala
Puskesmas Pembantu, Kepala Rumah Sakit, Kepala Balai Pengobatan,
Kepala Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak milik Pemerintah.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Upaya penanggulangan wabah mempunyai 2 (dua) tujuan pokok yaitu :
1. Berusaha memperkecil angka kematian akibat wabah dengan pengobatan.
2. Membatasi penularan dan penyebaran penyakit agar penderita tidak
bertambah banyak, dan wabah tidak meluas ke daerah lain.
Upaya penanggulangan wabah di suatu daerah wabah haruslah dilakukan
dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat setempat antara lain :
agama, adat, kebiasaan, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, serta
perkembangan masyarakat.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan upaya penanggulangan
wabah tidak mengalami hambatan dari masyarakat, malah melalui
penyuluhan yang intensif dan pendekatan persuasif edukatif, diharapkan
masyarakat akan memberikan bantuannya, dan ikut serta secara aktif.
Agar tujuan tersebut dapat tercapai perlu dilakukan beberapa tindakan,
yakni :
Huruf a
Penyelidikan epidemiologis, yaitu melakukan penyelidikan untuk
mengenal sifat-sifat penyebabnya serta faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya wabah.
Dengan adanya penyelidikan tersebut, maka dapat dilakukan
tindakan-tindakan penanggulangan yang paling berdaya guna dan berhasil
guna oleh pihak yang berwajib dan/atau yang berwenang.
Dengan demikian wabah dapat ditanggulangi dalam waktu secepatnya,
sehingga meluasnya wabah dapat dicegah dan jumlah korban dapat ditekan
serendah-rendahnya.
Huruf b
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk
tindakan karantina adalah tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap
penderita dengan tujuan :
1. Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh dan
mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan;
2. Menemukan dan mengobati orang yang nampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potential dapat
menularkan penyakit ("carrier").
Huruf c
Pencegahan dan pengebalan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk memberi perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, akan
tetapi mempunyai risiko untuk terkena penyakit.
Huruf d
Yang dimaksud dengan penyebab penyakit adalah bibit penyakit yakni
bakteri, virus, dan lain-lainnya yang menyebabkan penyakit.
Dalam pemusnahan penyebab penyakit, kadang-kadang harus dilakukan
pemusnahan terhadap benda-benda, tempat-tempat dan lain-lain yang
mengandung kehidupan penyebab penyakit yang bersangkutan, misalnya
sarang berkembang biak nyamuk, sarang tikus, dan lain-lain.
Huruf e
Penanganan jenazah apabila kematiannya disebabkan oleh penyakit yang
menimbulkan wabah atau jenazah tersebut merupakan sumber penyakit yang
dapat menimbulkan wabah harus dilakukan secara khusus menurut jenis
penyakitnya tanpa meninggalkan norma agama serta harkatnya sebagai
manusia.

Huruf f
Penyuluhan kepada masyarakat adalah kegiatan komunikasi yang bersifat
persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat menimbulkan wabah agar
mereka mengerti sifat-sifat penyakit, sehingga dengan demikian dapat
melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila terkena, tidak
menular kepada orang lain.
Selain dari pada itu penyuluhan dilakukan agar masyarakat dapat
berperan serta secara aktif dalam menanggulangi wabah.
Huruf g
Upaya penanggulangan lainnya adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
dalam rangka penanggulangan wabah, yakni bahwa untuk masing-masing
penyakit dilakukan tindakan- tindakan khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif haruslah
tidak mengandung paksaan, disertai kesadaran dan semangat gotong
royong, dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 7
Yang dimaksud dengan pengelolaan dalam pasal ini adalah usaha-usaha
yang meliputi antara lain : pemasukan, penyimpanan, pengangkutan,
penggunaan, penelitian, dan pemusnahannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan bahan-bahan yang mengandung penyebab
penyakit dan dapat menimbulkan wabah antara lain adalah : spesimen,
bahan yang tercemar kuman, bahan yang mengandung toksin.
Bahan tersebut digunakan untuk keperluan penegakan diagnosa di
laboratorium maupun untuk percobaan dan penelitian.

Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan harta benda dalam pasal ini antara lain: rumah,
ternak, peternakan, tanaman, ladang, dan lain-lain.
Ganti rugi diberikan oleh Pemerintah secara memadai, dengan
mengutamakan golongan masyarakat yang kurang mampu.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan petugas tertentu dalam pasal ini adalah setiap
orang, baik yang berstatus sebagai pegawai negeri maupun bukan, yang
ditunjuk oleh yang berwajib dan/atau yang berwenang untuk melaksanakan
penanggulangan wabah. Sedangkan penghargaan yang diberikan dapat
berupa materi dan/atau bentuk lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 10
Berhubung dengan pentingnya penanggulangan wabah ini, maka biaya yang
diperlukan ditanggung oleh Pemerintah. Pada prinsipnya Pemerintah
Pusat yang berkewajiban membiayai, terutama terhadap wabah-wabah yang
luas, dengan tidak mengurangi kewajiban Pemerintah Daerah, swasta atau
masyarakat, dan hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).

Pasal 11
Ayat (1)
Pengertian barang siapa dalam ayat ini bukan berarti setiap orang,
karena dalam pengertian ini dikaitkan dengan lingkungan yang menjadi
tanggung jawabnya, sehingga mempunyai pengertian yang terbatas, yaitu
kepala keluarga, ketua rukun tetangga, kepala sekolah, kepala asrama,
kepala (direktur) perusahaan, kepala stasiun kereta api, kepala
terminal angkutan kendaraan bermotor, nakoda kendaraan air dan udara,
dan sebagainya atau wakilnya.
Yang dimaksud dengan Kepala Desa atau Lurah dalam ayat (1) ini adalah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Kepala Wilayah/Daerah, yaitu Gubernur/Kepala
Daerah Tingkat I, Bupati/Walikotamadya/ Kepala Daerah Tingkat II,
Camat sebagai penanggung jawab wilayah. Dengan bantuan perangkat
pelayanan kesehatan yang ada di wilayahnya, wajib segera melaksanakan
tindakan penanggulangan seperlunya antara lain meliputi :
a. isolasi, pemeriksaan dan pengobatan terhadap penderita;
b. pembentukan tim gerak cepat dan penggerakannya;
c. penghapushamaan lingkungan, misalnya kaporisasi sumur;
d. vaksinasi dan kalau perlu evakuasi masyarakat;
e. penutupan daerah/lokasi yang tersangka terjangkit wabah;
f. dan lain-lain tindakan yang diperlukan.
Kepala Wilayah (Camat) memberikan tugas dan tanggung jawab kepada
Kepala Desa atau Lurah untuk melaksanakan tindakan penanggulangan
seperlunya.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 13
Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit yang
dinyatakan dapat menimbulkan wabah, misalnya pengiriman/pengangkutan
bahan yang mengandung bibit penyakit harus dilakukan dengan
memperhatikan persyaratan dan pengawasan yang ketat, sehingga
bahan-bahan tersebut tidak dapat menimbulkan wabah.

Pasal 14
Ayat (1)
Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal ini adalah tindak pidana yang
hanya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1).
Contoh kealpaan :
Untuk penyemprotan pada penyakit demam berdarah dengan racun serangga,
masyarakat diminta pada hari/jam yang telah ditetapkan membuka
pintu/jendela rumahnya sehingga racun serangga yang disemprotkan dari
jalan dapat memasuki rumah-rumah dan membunuh nyamuk.
Seorang kepala keluarga karena sesuatu keperluan meninggalkan rumah
dalam keadaan terkunci sehingga racun serangga tidak memasuki
rumahnya, dengan akibat menghalangi penanggulangan wabah.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1)
Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal ini adalah tindak pidana yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Ayat (2)
Lihat penjelasan ayat (1)
Contoh kealpaan :
Mengingat yang melakukan pengelolaan bahan-bahan yang mengandung
penyebab penyakit dan dapat menimbulkan wabah adalah orang-orang yang
mempunyai pendidikan, pengetahuan tinggi dan pengalaman yang cukup
lama, misalnya seorang sarjana peneliti yang bekerja di laboratorium
melakukan penelitian bibit penyakit yang dapat menimbulkan wabah,
kemudian mengelola bahan-bahan tersebut secara tidak benar, misalnya
membuangnya di sembarang tempat, sehingga dapat menimbulkan wabah,
maka adalah wajar apabila diancam pidana yang cukup berat.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukupjelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

--------------------------------

CATATAN

Kutipan: LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN YANG TELAH
DICETAK ULANG

Posting Komentar

0 Komentar