Ad Code

Responsive Advertisement

TAJRIBAH Ibunda Engkaulah Pelita


 
Kesabaran dirinya menghadapi musibah, kemuliaan akhlaknya dalam bergaul, kelembutan tangannya dalam mendidik, ketekunannya dalam ibadah, dan keteguhan hatinya menjaga iman, serta cita citanya yang agung membuatku kagum padanya. Itulah wanita separuh baya yang telah membesarkanku dan mendidikku dengan sedikit ilmu yang beliau miliki. Aku yakin ibuku bukanlah orang pertama yang memiliki sifat-sifat mulia,  dan kuakui ibuku bukanlah orang yang alim dalam agama namun pribadinya membuat orang-orang mengira beliau adalah orang yang faham agama.
Kukakatan bahwa ibuku bukanlah orang alim dalam agama karena memang dahulu beliau dilahirkan dan dibesarkan dalam komunitas kafir, Beliau pernah menjadi pemeluk katholik yang taat namun beliau tak pernah mencicipi  jijiknya daging babi. Ketika Allah membuka hidayah Islam melalui pernikahan, itulah saat beliau yang beliau syukuri. Di setiap selesai sholat air matanya  yang  bening selalu jatuh beserta doa yang dipanjatkan.
Begitupun apabila membaca ayay suci Al Quran selalu saja kulihat permata-permata itu jatuh terberai. Beliau juga masih sering menangis ketika mengingat keluarganya yang masih kafir. Kiranya semoga Allah berkenan membuka hidayahNya bagi keluarganya yang masih hidup.
Beliau pernah bercerita tentang cobaan yang pernah beliau terima di awal-awal menjadi muslimah. “Sewaktu Ema mau mempelajari Islam dengan benar, ada saja orang yang menjelek-jelekkan ema, mengejek, memfitnah, dan menyudutkan ema. Tapi Ema tidak pernah mengeluh, Ema bersyukur sudah masuk Islam, biarlah orang-orang mau mengatakan apa tentang ema. Ema yakin itu adalah takdir dari Allah,” kisahnya dengan suara teguh.
Setiap musibah yang ditimpakan kepada beliau seakan-akan memperkokoh benteng keimanannya kepada Allah. Beliau sering menasehati anak-anaknya denga sedikit ilmu yang dimiliki. Tak segan beliau berkata”Nak, Ema ini orang bodoh , …Ema ingin kalian jadi dainya Allah dai seluruh alam. Subhanallah.
Betul, beliau tidak ingin anak-anaknya menjadi bodoh dalam agama walau dengan segala keterbatasan dan kesederhanaan  keluarga kami. Hal ini beliau buktikan dengan memasukkan kami(anak-anaknya) dalam pondok walau harus membayar mahal. Semboyannya ialah : “ Jadilah da’inya Allah di seluruh alam.!”
Suatu ketika beliau berkata kepadaku, “Nak, nak nanti setelah lulus SD ke pondok ya…”
“Tidak mau,” langsung kujawab dengan kata itu. Karena terbayang saudar-saudaraku yang menceritakan tentang suasana pondok yang tidak menyenangkan ditambah lagi aku harus jauh dari orang tua, membuatku semakin takut untuk ke pondok. Tetapi beliau adalah bukan orang yang cepat putus asa, beliau selalu, dan selalu  memberikan pengertian yang benar kepadaku agar aku mau menuntut ilmu agama di pondok. Dan Alhamdulillah sudah 4 tahun di pondok aku menunutut ilmu di  pondok tanpa dipungut biaya.
Ada juga kisah bakti beliau kepada mertuanya. Ketika nenekku sakit parah, Dia(nenekku) tidak bisa makan kecuali disuapi. Begitupun minum. Dia tidak bisa berjalan kecuali di papah, dan dia tidak bisa beristinja’ sendiri. Dia hanya bisa berbaring diatas kasur. Tapi tak satupun anak kandungnya yang mau merawatnya, kecuali bapak dan ibuku sebagai menantunya. Bapakku bertugas mencari uang untuk berobat dan ibulah yang menyuapi, memberi minum, memapah dan membantu nenekku beristinja’. Hampir sebulan ibuku menjalani itu, tanpa keluh kesah, apalagi harus menyalahkan anak kandung nenek lainnya. Sampai akhirnya nenek di bawa ke rumah sakit dan menerima ketentuan ajalny disana.
Meski aku di pondok ibu juga tak pernah kendur dalam memperhtikanku. Beliau pernah menyuratiku, Nak tiada hal yang membuat orang tuamu bahagia kecuali engkau menghafal AlQuran, kamu mampu menjadi orang alim dan soleh. Dan kamu harus berda’wah di jalan Allah. Maka nak, jangan pernah kendur ketika musibah menimpamu di saat menuntut ilmu dan berdakwah. Sejak kamu dalam kandungan ema, ema sudah persiapkan kamu untuk agama Allah. Ema tak ingin kamu rakus terhadap dunia. Biarlah kita miskin di dunia tapi jangan sampai kita miskin di akhirat. Nak, segala sesuatu yang menimpamu baik atau buruk semua adalah ketentuan Allah. Jangan pernah putus asa.
Subhanallah. Semoga Allah mengabulkan permohonanmu duhai ibuku! Semoga Allah menjagamu. Meski engkau bukan sosok seorang Lukman, tapi semoga hidupmu bisa menjadi petuah di kehidupanku. Semoga pula, nasehat dan harapanmu bisa menjadi lentera yang menerangi kesadaranku. Meski kini usiamu di ujung senja.
 
Sumber :  http://downloadkajian.blogspot.com

Posting Komentar

0 Komentar